Subscribe For Free Updates!

We'll not spam mate! We promise.

"Selamat Datang di Web Site SMA Muhammadiyah 1 Sekampung Udik"

Rabu, 09 Oktober 2013

Perlukah PAK di Sekolah




Ketua KPK (komisi pemberantasan korupsi) RI Dr Abraham Samad SH MH dalam suatu talkshow di salah satu stasiun televisi swasta, mengatakan bahwa harapannya suatu saat nanti generasi bangsa Indonesia ketika ditanya apa itu korupsi? Dia akan bingung dan balik bertanya, korupsi itu apa? Apakah salah satu nama makanan? Masyarakat tidak akan lagi mengenal yang namanya korupsi, apalagi melakukannya.

Harapan ketua KPK tersebut hanya bisa terwujud apabila generasi sekarang di didik untuk membenci, memusuhi bahkan jijik terhadap perilaku korup. Sejak dikeluarkannya Inpres (Instruksi Presiden) Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 dan dilanjutkan dengan Inpres No 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, sampai sekarang gaungnya terdengar tapi aksinya tidak terasa.
Padahal dalam Inpres tersebut salah satu strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah melalui Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi. Kemdikbud dan KPK pun sudah melakukan penandatanganan nota kesepahaman bersama (MoU) tentang kerja sama dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dan salah satu bentuk penerapan kerja sama ini adalah pendidikan anti korupsi di sekolah. Karena sekolah adalah ujung tombak proses pendidikan dan budaya anti korupsi.
Korupsi berasal dari bahasa Latin coruptio dan corruptus yang berarti kerusakan atau kebobrokan.  Dalam bahasa Yunani corruptio perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama, materil, mental, dan umum. Korupsi berdasarkan pemahaman pasal 2 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang No 20 Tahun 2001, merupakan tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain (perseorangan atau korporasi), yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara, yang dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat.
Pada perkembangannya korupsi sudah menjelma menjadi gurita yang menjerat setiap sendi kehidupan sosial. Oleh karena itu korupsi termasuk extraordinary crime atau kejahatan luar biasa.
Lembaga pendidikan harus berfungsi efektif sebagai benteng pertama dalam memberantas perilaku korup. Setiap jenjang pendidikan (dari usia dini sampai tinggi) harus istiqomah dalam penerapannya. Harapannya dengan pendidikan anti korupsi yang berkelanjutan selama belasan tahun, generasi mendatang akan terbudaya berperilaku mulia dan jijik dengan perilaku korup. Sebaik apapun kinerja KPK bahkan walau kita punya 10 lembaga KPK, kalau tidak ditopang sistem pendidikan anti korupsi sedari dini, maka KPK hanya akan jadi tukang tangkap dan penjarakan orang. Bisa-bisa planet ini akan penuh dengan penjara.
Pendidikan anti korupsi di sekolah dimaksudkan agar mencegah meluasnya penyakit korup kepada anak-anak yang suci dan bersih. Ada sedikitnya sembilan nilai-nilai anti korupsi yang harus segera disuntikkan kepada anak didik di sekolah sebagai vaksin anti korupsi. Kesembilan nilai itu antara lain, kejujuran, anak di ajarkan untuk tidak mengambil mainan milik teman atau mengakui barang yang bukan kepunyaannya. Biasakan selalu minta ijin atau meminjam barang temannya dan mengembalikannya dalam kondisi yang sama, disini terdapat nilai tanggung jawab. Dan apabila menghilangkan barang temannya dia akan berkata “maaf” dan mengakui kesalahannya, ini cerminan sifat berani dan berintegritas. Anak juga dibiasakan untuk tidak membeda bedakan teman dan mau berbagi dengan temannya. Ini akan menumbuhkan sifat adil dan kepedulian terhadap orang lain. Disisi lain anak didik harus terbiasa dengan aturan dan tata tertib sehingga anak akan terpola mental disiplin dan kerja keras. Anak didik juga harus diharuskan jangan berpakaian mencolok atau bergaya yang berlebihan (perhiasan, sepatu, hp,dll) agar sifat sederhana dan toleran tumbuh subur dalam diri anak. Masih banyak nilai-nilai anti korupsi lain yang bisa dikembangkan disekolah.
Tetapi untuk mencetak generasi bebas korupsi tidak mungkin apabila “tukang cetak” nya tidak bersih juga. Model pembelajaran yang aplikatif ini juga memerlukan keteladanan tenaga pendidiknya, karena guru inilah yang nantinya dijadikan acuan bagi peserta didik dalam menerapkan pemahaman pendidikan anti korupsi dalam kehidupan bermasyarakat.
Oleh karena itu, lagi-lagi yang menjadi guru haruslah manusia setengah malaikat. Punya integritas, perilaku yang teruji dan terpuji. Untuk mendapatkan kriteria ideal seperti itu memang tidak cukup guru hanya di rekrut dengan tes tertulis. Harus ada passing grade untuk nilai kognitif ,moral dan tes kejiwaan kalau perlu. Jangan hanya karena ada formasi yang disediakan, misal di cari guru 20 orang, lalu yang mendaftar hanya 20 maka walau hasil tes nol besar sekalipun tetap di angkat jadi guru. 
Apakah sekolah-sekolah sekarang sudah menerapkan pendidikan anti korupsi? Indikatornya bukan hanya sekolah itu menyediakan porsi 2 jam pelajaran/minggu untuk PAK (pendidikan anti korupsi) tetapi juga menginternalisasikan nilai-nilai anti korupsi. Atau malah sekolah sudah menjadi tempat untuk mencetak koruptor intelektual. Bagaimana tidak, kalau di sekolah anak didik di sajikan perilaku tidak disiplin, suka berpikir instan, malas, suka membohongi anak didik, jam karet dan bergaya hidup hedonis. Berarti disadari atau tidak kita sudah menumbuhkan benih-benih perilaku korup pada anak didik.

Please Give Us Your 1 Minute In Sharing This Post!
SOCIALIZE IT →
FOLLOW US →
SHARE IT →

0 komentar:

Posting Komentar