1) Pengertian Pendidikan Anti Korupsi
Wibowo
(2013:38) menyatakan bahwa pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap
nilai-nilai anti korupsi. Dalam proses tersebut, Pendidikan Anti korupsi bukan
sekedar media bagi transfer pengetahuan, namun juga menekankan pada upaya
pembentukan karakter, nilai anti korupsi dan kesadaran moral dalam melakukan
perlawanan terhadap perilaku korupsi. Yulita T.S (2010) menyatakan bahwa dengan
mengintegrasikan nilai-nilai ini (sportif, tanggung jawab, disiplin, jujur,
sederhana, kerja keras, mandiri, adil, berani, peduli) kedalam kehidupan/proses
belajar siswa diharapkan siswa mampu berkembang menjadi pribadi yang lebih
baik, dan akhirnya akan bersikap anti koruptif.
Pendidikan
Anti Korupsi juga merupakan instrumen untuk mengembangkan kemampuan belajar
dalam menangkap konfigurasi masalah dan kesulitan persoalan kebangsaan yang
memicu terjadinya korupsi, dampak, pencegahan, dan penyelesaiannya. Sistem
pendidikan yang ikut memberantas korupsi adalah sistem pendidikan yang
berangkat dari hal-hal sederhana (Supeno, 2009:239), seperti tidak mencontek,
disiplin waktu, dll.
Pendidikan
diharapkan dapat menanamkan dan menyebarkan nilai-nilai antikorupsi kepada para
anak didik, sehingga sejak dini mereka memahami bahwa korupsi itu bertentangan
dengan norma hukum maupun norma agama. Untuk itu sejak dini anak perlu
dibiasakan jujur, tidak menipu, dan tidak mengambil yang bukan haknya.
2) Tujuan
Pendidikan Anti Korupsi
Menurut
Nuh (dalam Wibowo, 2013:38) menjelaskan bahwa tujuan pendidikan anti korupsi
untuk menciptakan generasi muda yang bermoral baik dan berperilaku anti
koruptif. Sedangkan menurut Umar (dalam wibowo, 2013:38) menyatakan bahwa
tujuan pendidikan anti korupsi tidak lain untuk membangun karakter teladan agar
anak tidak melakukan korupsi sejak dini.
Dari
pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan anti korupsi adalah
menciptakan generasi muda bermoral baik serta membangun karakter untuk tidak
melakukan korupsi sejak dini.
Pendidikan
anti korupsi melalui jalur pendidikan lebih efektif, karena pendidikan
merupakan proses perubahan sikap mental yang terjadi pada diri seseorang,
dan melalui jalur ini lebih tersistem
serta mudah terukur, yaitu perubahan perilaku anti korupsi. Perubahan dari
sikap membiarkan dan memaafkan para koruptor ke sikap menolak secara tegas
tindakan korupsi, tidak pernah terjadi jika kita tidak secara sadar membina kemampuan
generasi mendatang untuk memperbaharui sistem nilai yang diwarisi (korupsi)
sesuai dengan tuntutan yang muncul dalam setiap tahap pernjalanan bangsa.
Hamalik
(dalam Wibowo, 2013:126) menyatakan bahwa guru akan mampu mengemban dan
melaksanakan tanggungjawabnya khususnya
dalam internalisasi pendidikan anti korupsi jika memiliki berbagai kompetensi
yang relevan. Misalnya guru harus menguasai cara belajar yang efektif, mampu
mengajar di kelas, mampu menjadi model bagi siswa, dll.
Dalam
Pendidikan Anti Korupsi terdapat dua komponen penting, yaitu: (a) kemampuan
penguasaan pengetahuan korupsi yang mencakup pengertian korupsi, bentuk-bentuk
korupsi, faktor-faktor penyebab korupsi, dampak korupsi, penegakan dan
pemberantasan korupsi, lembaga-lembaga anti korupsi, dan (b) kemampuan
melaksanakan sikap anti korupsi misalnya tidak terlambat ke sekolah dan tidak
mencontek.
3)
Metode Pembelajaran Pendidikan Anti Korupsi
Metode
active learning merupakan acuan dasar untuk proses pembelajaran pendidikan anti
korupsi (Azra, 2006:15). Menurut Dikti (dalam Wibowo, 2013:54) ada beberapa
model pembelajaran yang dapat mengaktifkan anak didik diantaranya adalah model
pembelajaran berpusat pada siswa atau student centered learning (SCL). Kedua
pendapat tersebut sama-sama memberi ruang lebih besar kepada peserta didik
untuk aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Diharapkan dalam
pembelajaran ini siswa dapat menangkap pembelajaran pendidikan anti korupsi
dengan baik.
Untuk melaksanakan strategi tersebut, guru tidak
perlu mengatakan kepada peserta didik bahwa mereka harus aktif, akan tetapi
guru merencanakan proses belajar mengajar agar siswa aktif tanya jawab,
mengolah informasi yang telah didapat, mencari sumber informasi, serta
menumbuhkan nilai-nilai anti korupsi pada diri mereka melalui berbagai kegiatan
belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan lingkungan sekitar. Metode ini bisa
digunakan dengan model yang variatif seperti debate, problem based learning, ex
change partner, games, role playing, dkk.
4)
Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Anti Korupsi
Fathurrahman
dan Sutikno (2007:75) menyatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan yang terencana
untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan
membandingkan hasilnya dengan tolok ukur untuk memperoleh kesimpulan.
Menurut
Azra (2006:16) menyebutkan bahwa evaluasi yang dikembangkan dalam proses
belajar pendidikan anti korupsi terdiri dari dua macam, yaitu test dan non test
(portofolio). Evaluasi dengan test menggunakan pertanyaan berbentuk essay untuk
menguji pengetahuan (kognisi), sikap (afeksi), dan tindakan (psikomotorik)
terkait dengan sejumlah masalah korupsi.
Menurut
Kemdiknas (dalam Wibowo, 2013:61) menjelaskan bahwa untuk mengukur tingkat
keberhasilan pelaksanaan pendidikan anti korupsi di satuan pendidikan dilakukan
melalui berbagai program penilaian dengan membandingkan kondisi awal dengan
pencapaian dalam waktu tertentu. Penilain keberhasilan tersebut dilakukan
melalui langkah-langkah yaitu, 1) menetapkan indikator dari nilai-nilai yang
ditetapkan atau disepakati, 2) menyusun berbagai instrumen penelitian, 3)
melakukan pencatatan terhadap pencapaian indikator, 4) melakukan analisis dan
evaluasi, serta 5) melakukan tindak lanjut. Selain itu, guru dapat pula
memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian yang memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan nilai yang dimilikinya
(Wibowo, 2009:60)
Jadi
dapat disimpulkan bahwa guru dalam merumuskan evaluasi dapat berkreasi sendiri
sesuai dengan karakteristik siswa dan pengintegrasian nilai-nilai yang ingin
dikembangkan dan ditanamkan oleh guru kepada peserta didik.
5)
Integrasi Nilai Kejujuran dalam
Pendidikan Anti Korupsi pada Pembelajaran PKn
Sedangkan
Samsudin (2008) menjelaskan bahwa integrasi lazim dikonsepsikan sebagai suatu
proses untuk mewujudkan kedekatan hubungan- hubungan. Konsepsi tersebut
mengisyaratkan bahwa integrasi tercipta melalui proses interaksi dan komunikasi
yang intensif.
Menurut
(subpokbarab:2008) integrasi adalah proses mempersatukan masyarakat, yang
cenderung membuatnya menjadi suatu kata yang harmonis yang didasarkan pada
tatanan yang oleh anggotanya dianggap sama harmonisnya.
Berdasarkan
pengertian integrasi di atas dapat disimpulkan bahwa integrasi adalah suatu
proses atau suatu keadaan yang tercipta melalui proses interaksi dan komunikasi
yang intensif untuk mempersatukan bagian-bagian agar menjadi harmonis.
Nilai
kejujuran berkaitan dengan perilaku, ketulusan hati serta kelurusan hati
manusia baik dari perkataan atau perbuatannya. Sehingga untuk mengetahui
seseorang itu jujur atau tidak, kita harus mengamati tingkah laku dan kebiasaan
orang tersebut di lingkungannya sehari-hari.
Jadi
secara garis besar integrasi nilai-nilai kejujuran ke dalam pendidikan anti
korupsi yang terintegrasi dengan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan
merupakan suatu proses atau keadaan yang tercipta untuk mempersatukan atau
menyisipkan nilai kejujuran pada materi Pendidikan Anti Korupsi pada pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan yang mencakup dimensi pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skills) dan nilai- nilai (values) agar bisa berjalan secara
harmonis.
Pada
tahap awal identifikasi dilakukan untuk menemukan sejumlah SK dan KD yang ada
dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang mengandung muatan nilai
dan perilaku anti korupsi. Identifikasi SK dan KD mata pelajaran PKn akan
menghasilkan sejumlah SK dan KD tertentu yang mengandung muatan nilai dan
perilaku anti korupsi.
Menurut
Wibowo (2013:58) menyatakan bahwa panduan pengembangan nilai-nilai pendidikan
anti korupsi dalam silabus pada setiap mata pelajaran ditempuh melalui
cara-cara sebagai berikut, (1) mengidentifikasi Standar Komptensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) yang akan menjadi materi pengintegrasian pendidikan
antikorupsi, (2) menambahkan nilai-nilai kejujuran ke dalam kolom
pendidikan karakter, (3) menambahkan
indikator tentang korupsi pada kolom indikator, (4) menambah materi pokok
tentang korupsi pada kolom materi pokok sesuai dengan indikatornya, (5)
menyisipkan instrumen yang berkaitan dengan korupsi untuk mengevaluasi
pelaksanaan pendidikan antikorupsi, dan (6) menambah sumber belajar (SB)
tentang korupsi. Sedangkan prosedur pengintegrasian pendidikan anti korupsi ke
dalam RPP masih dalam pendapat Wibowo
(2013:58) adalah (1) menyisipkan indikator materi pendidikan antikorupsi, (2)
menyisipkan materi pendidikan antikorupsi pada tujuan pembelajaran, (3)
menguraikan indikator materi pendidikan antikorupsi pada materi pembelajaran,
(4) merencanakan pembelajaran materi pendidikan antikorupsi dalam
langkah-langkah pembelajaran, (5) menambahkan sumber belajar, dan (7)
menyisipkan instrumen tentang materi pendidikan anti korupsi dalam penilaian
pelajaran.
Menurut
Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur (2009) pada prinsipnya strategi pengintegrasian
bisa dilakukan melalui pengembangan materi, metode, media, dan sumber belajar.
Pengintegrasian melalui pengembangan materi dilakukan dengan memberikan
penonjolan, penajaman, pendalaman atau perluasan materi pembelajaran yang
terkait dengan nilai dan perilaku anti KKN tertentu sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektual siswa yang ada pada setiap jenjang sekolah.
Pengintegrasian melalui pengembangan metode dilakukan dengan memilih dan
menggunakan metode pembelajaran yang bisa mendorong terjadinya internalisasi
nilai dan tumbuhnya sikap dan perilaku anti KKN, seperti jujur, disiplin, adil,
tanggung jawab, dan sebagainya. Beberapa metode seperti diskusi, bermain peran,
demonstrasi, simulasi, curah pendapat, dan sebagainya perlu di desain dengan skenario
yang dapat mendorong terjadinya proses internalisasi nilai dan tumbuhnya sikap
dan perilaku anti KKN tertentu. Pengintegrasian melalui media dan sumber
belajar dengan memilih penggunaan media dan smber belajar yang mengandung
muatan nilai dan perilaku anti KKN tertentu dilakukan baik untuk materi
pembelajaran yang secara langsung mengandung muatan nilai dan perilaku anti KKN
dimaksud maupun tidak. Beberapa media dan sumber belajar tersebut diantaranya
adalah gambar, foto, video, berita media massa, puisi, sajak, cerpen, prosa,
pantun, dan sejenisnya yang berhubungan dengan KKN.
0 komentar:
Posting Komentar